BUKTI KEBENARAN AL - QURAN

Senin, 11 Juli 2011

GEOMORFOLOGI KARST

BISMILLAHIURAHMANIURAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG...

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.
Kars adalah jenis batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan dengan batuan asam karbonat dan asam lainnya sebagai hasil dari proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan di atasnya.
Pembentukan Fisiografis secara umum berupa bukit-bukit dengan besar dan ketinggian yang beragam. Ciri khas bentang alam ini selain pembukitan, adanya dekokan/cekungan dengan berbagai ukuran. Pengasatan permukaan yang terganggu, serta gua dan sistem pengasatan bawah tanah.
Kita dapat menentukan bidang gua-gua dalam istilah yang sesuai dengan bentuk lahan dan dihubungkan dengan proses bentuk bumi. Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batu gamping yang lazim dan relatif mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kuarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses yang lain - cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst (karst palsu).
Oleh karena itulah penulis mengangkat makalah yang berhubungan dengan bentanglam Karst (gua) yang merupakan salah satu kajian yang perlu kami perhatiakn dan pelajari lagi.

I.2. Maksud dan Tujuan.
            Adapun maksudnya, antara lain :
w       Membedakan daerah karst dan non karstik.
w       Mengetahui pengaruh-pengaruh pelarutan mineral karbonat sebagai salah satu penyebab terbventuknyta bentangalam karst (gua)
w       Menggambarkan keadaan lapangan, misalnya tinggi bukit, kedalaman jurang, lembah, kedalaman sungai, hutan lebat, daerah terbuka, dll
w       Memperkirakan daerah yang potensial terdapat banyak gua.
w       Memperhitungkan dan merencanakan cara sampai ke mulut gua dari pemukiman (access).
w       Menafsirkan jenis gua, ponor (air masuk) atau vacluse (air keluar) terhadap sungai bawah tanah
I.3. Alat dan Bahan.
            Peralatan yang digunakan dalam penelitian di antaranya :
w       Peta geologi
w       Peta topografi tanah
w       Buku munsel
w       Kompas
w       Klinometer
w       Sekop
w       Pisau
w       Meteran
w       Lensa kaca (loup)
w       Kamera
w       Palu geologi
w       Kantong plastic
w       Ring sample
w       Kartu label
w       Karung plastic
w       Busur derajat
I.3. Batasan Masalah.
            Makalah ini dibuat dengan batas masalah yang meliputi bagaimana pengaruh pelarutan mineral-mineral karbonat (CaCO3) oleh air yang dalam hal ini berupa air bawah tanah atau biasa juga oleh air yang berasal dari akuifer yang akan membentuk sebuah bentang lama karst tapi pada kali ini kami hanya menitik beratkan pada gua yang merupakan jenis dari bentang lain karts tersebut.
I.4. Metode Penelitian.
            Pada makalah geomorfologi ini dilakukan beberapa tahapan-tahapan dalam penelitian antara lain sebagai berikut :
a.  Tahapan Persiapan penelitian

            Dalam tahap ini yang dilakukan adalah membuat surat perizinan, studi pustaka yang berhubungan dengan penelitian utama yaitu tentang hidrodinamika dan sedimentasi, persiapan alat–alat dan bahan yang akan digunakan di lapangan serta perencanaan teknik pelaksanaan penelitian.

b. Tahap Penelitian Lapangan
            Meliputi  pengambilan data-data yang diperlukan untuk pembuatan laporan penelitian yang meliputi pengukuran pasang surut, pengukuran bathymetri, pengukuran pH, pengukuran sedimen trap, pengukuran grab sedimen, pengukuran dan pengambilan data lintasan daerah penelitian yang selanjutnya akan diolah datanya menjadi sebuah Peta Topografi daerah penelitian.
c. Tahapan Pengolahan Data dan Pengamatan Laboratorium
            Semua data-data yang telah diambil dari lapangan selanjutnya diolah kedalam rumus formula yang telah ada serta data-data yang telah diperoleh, berupa contoh sampel dan selanjutnya diamati dalam laboratorium.
d.Tahap Penyusunan Laporan
            Tahapan ini merupakan tahapan yang paling akhir dimana data-data yang telah diperoleh dari lapangan atau penelitian dan telah diolah dilaboratorium dikumpulkan untuk membuat suatu data yang instant dan digunakan sebagai bahan untuk pembuatan laporan lapangan.
 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema tahapan penelitian berikut :































Gambar 2. Skema Tahapan Penelitian.


BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam geologi, pegunungan yang terdiri dari batu gamping dan kemudian memperlihatkan bentang alam yang khas akibat adanya proses pelarutan batuannya oleh air, dinamakan morfologi karst. Jadi istilah eko-karst mestinya merujuk kepada kawasan karst yang ekologis, tidak dieksploitasi dengan penggalian batuannya.Istilah karst pertama kali diserap ke dalam bahasa Jerman dari bahasa Slavia krs. Istilah ini diberikan kepada suatu daerah dengan topografi khas di suatu wilayah di Yugoslavia (sekarang Serbia-Bosnia-Herzegovina-Slovenia-Albania) sebagai akibat proses pelarutan pada batuannya. Di banyak negara istilahnya telah berubah seperti misalnya karst (Jerman dan Inggris), carso (Italia), kras (negara-negara Balkan), karusuto (Jepang), atau kars (Malaysia). Kars (bahasa Inggris : karst, bahasa Italia : carso, bahasa Slovenia : kras) adalah nama suatu daerah di timur laut kota Trieste, Slovenia.
Di dalam bahasa Indonesia pernah diperkenalkan istilah kras atau curing (pada Kamus Kebumian Purbo-Hadiwidjojo, 1994), atau kars (sesuai yang tertera pada Kepmen ESDM No. 1456 K/20/MEM/2000). Karena kekhasan bentangalamnya, Cvijic, geologiawan abad 19 yang meneliti daerah itu mengabadikan dengan istilah kars. Kars diartikan sebagai bentuk bentangalam khas yang berkembang di suatu kawasan batuan karbonat atau batuan lain yang mudah larut, dan telah mengalami proses kartifikasi sampai pada kondisi tertentu. Kekhasan ini antara lain dapat dilihat dari  fenomena yang ada di permukaan (exokarst) dan di bawah permukaan (indokarst). 
               Dalam definisi yang dikembangkan oleh para ahli karst-speleologi yang merujuk kepada Badan Konservasi Dunia IUCN: "Petunjuk Perlindungan Gua dan Karst", karst dalam makna sempit adalah setiap kawasan yang terbentuk oleh proses pelarutan, dan dalam makna luas berarti suatu kesatuan dinamis dari sistem bentuk muka bumi, kehidupan, energi, air, gas, tanah, dan batuan dasar.Bentang alam karst dengan berbagai kandungannya tersebar luas di Indonesia, dan mempunyai ciri-ciri bentuk muka bumi yang khas.
               Indonesia mempunyai batuan karbonat yang luasnya mencapai 15,4 juta hektar. Beberapa diantaranya dikenal telah berkembang menjadi kawasan kars, dan menjadi kawasan kars penting klas dunia. Kars Gunungsewu (Jawa Tengah – Jawa Timur), kars Karangbolong dan Gombong Selatan (Jawa Tengah), Kars Maros (Sulawesi Selatan), dan beberapa kawasan kars di Papua merupakan kawasan kars penting kaliber dunia. Pepatah, tidak kenal maka tak sayang, barangkali cukup pas jika diterapkan pada hubungan kita dengan kawasan-kawasan kars yang ada di Indonesia. Nampaknya, orang lain lebih mengenal kars kita, dibanding kita mengenalnya. Ujungnya, mereka lebih menyayangi kawasan itu. Misalnya, pada tahun 1994, kars Gunungsewu secara aklamasi oleh International  Union of  Speleoloogy dinyatakan sebagai World Natural Heritage. Perbukitan-perbukitan konikal yang terbentuk di kawasan kars Gunungsewu juga merupakan ekotipe khas dari kars tropis basah dengan batuan batugamping tebal dan berteras, yang jarang dijumpai di Indonesia. Mac Donnald & Partners dari British Cave Research Assosiation, menyebutkan bahwa kars ini merupakan salah satu contoh konikal kars terbaik di dunia.   
MEMANFAATKAN SECARA LESTARI
Fenomena eksotik kars, baik eksokarsik dan endokarsik merupakan bentukan yang tidak ternilai. Bentukan eksokars secara umum berupa bukit-bukit dengan besar dan ketinggian beragam, berbentuk kerucut, kubah, dan lembah dolina atau polje. Ciri khas bentang alam ini selain perbukitan, adanya dekokan (closed depresions) dengan berbagai ukuran, pengasatan (drainage) permukaan yang terganggu, serta gua dan sistem pengasatan bawah tanah. Kars yang didominasi bukit cembung landai merupakan ciri kars daerah tropis basah dengan lapisan batugamping tebal. Disela-sela bukit terdapat lembah / ledokan yang tak berhubungan satu dengan yang lain (blind dry valley), luweng (sinkhole), tanah merah (terrarossa). Tempat saudara-saudara kita, komunitas kars, bertani dan berladang. Komunitas kars telah melakukan kegiatan ini turun temurun dengan selaras alam dan ramah lingkungan. Pertanian lahan kering dan sistem tumpang sari, telah terbukti ampuh mensiasati alam : memanfaatkan tanpa harus menghancurkannya. Gua merupakan salah satu fenomena endokarsik. Speleologi adalah ilmu yang mempelajari gua termasuk proses pembuatannya (speleogenesis), struktur, fisik, sejarah dan aspek biologis. Speleologi sering dikaitkan dengan aktivitas penjelajahan gua yang dikenal dengan istilah caving. Caving merupakan salah satu olah raga rekreasi menjelajahi gua.
Pembentukan gua
Untuk memahami pembentukan gua, terlebih dahulu kita harus mengenal bentang alam atau dikenal dengan istilah karst. Karst merupakan bentang alam khas yang dibentuk oleh proses pelarutan batuan karbonat, baik batuan gamping maupun batuan dolomit. Kedua jenis batuan tersebut merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan organisme laut. Melalui proses pengangkatan benua, dasar laut tersebut terangkat dan berubah menjadi daratan, meninggalkan jejak-jejak yang masih bisa dikenal.
Batuan karbonat sangat mudah terlarutkan oleh air. Oleh karena itu, jika bersentuhan dengan air dalam waktu yang lama, bagian lemah batuan tersebut akan hilang (terlarutkan). Sementara itu, bagian batuan lebih kuat akan tetap ada, tersisa dalam berbagai bentukan khas kawasan karst. Proses pelarutan yang membentuk bentang alam karst dinamakan proses karstifikasi. Pada akhirnya, bentang alam kawasan karst dapat dibedakan menjadi bentukan permukaan (morfologi eksokarst) dan bentukan bawah permukaan (morfologi endokarst).
Dalam dunia keilmuan, bentang alam karst dipelajari oleh disiplin ilmu karstologi. Namun dalam kenyataannya, kajian karstologi lebih dititikberatkan pada fenomena eksokart. Fenomena endokarst dikaji secara khusus oleh disiplin ilmu speleologi. Secara umum, speleologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gua dan lingkungannya. Kedua ilmu tersebut masih tampak asing bagi dunia pendidikan di Indonesia. Berbeda jauh dengan di negara maju, keduanya sudah mulai diperkenalkan sejak tingkat pendidikan dasar.
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.
Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batugamping yang lazim dan relatip mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kwarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable). Semua tersebut diatas adalah benar-benar karst. Daerah karst dapat juga terbentuk oleh proses yang lain - cuaca, kegiatan hidrolik, pergerakan tektonik, air dari pencairan salju dan pengosongan batu cair (lava). Karena proses dominan dari kasus tersebut adalah bukan pelarutan, kita dapat memilih untuk penyebutan bentuk lahan yang cocok adalah pseudokarst / karst palsu (David Gillieson, 1996).
Batuan sedimen batugamping disusun dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang menghasilkan kalsium karbonat sebagai bagian dari metabolismenya membentuk bagian utama dari batugamping. Komponen lainnya adalah dari pengendapan secara kimiawi atau oleh proses biokimia. Secara bersama-sama tersedimentasi pada dasar laut; dan hal ini tidak memilki karakter yang seragam diseluruh bagiannya, jadi batugamping bukan merupakan komposisi yang seragam. Jenis dari batugamping ini sangat tidak terbatas. Sederetan sejarah dari jenis sedimentasi adalah litifikasi, formasi batuan dari bentuk yang khusus.
Hal ini melibatkan perubahan kimia yang komplek seperti halnya adalah sementasi dan rekristalisasi, silikafikasi dan dolomitasi: secara bersama-sama biasa disebut dengan istilah diagenesis. Gua-gua hanya dapat dibentuk dari batuan yang ter-litifikasi, dan jelas bahwa karakter sedimen semula dan sejarah diagenetik adalah faktor-faktor yang mengontrol lokasi sebuah gua.
Proses kelahiran sebuah gua biasa disebut dengan speleogenesis, dan fitur dari geologi sangat besar pengaruhnya disini.
Ada beberapa sistem pengklasifikasian batugamping (limestone). Sebagian tergantung kepada komponen perbedaan lingkungan formasi, perbedaan material komponen, perbedaan ukuran butir, perbedaan matrix, dan perbedaan perubahan diagenesisnya. Berbagai sistem klasifikasi tersebut memungkinkan untuk adanya derajat gradasi antar klasifikasi dan ada beberapa kelengkapan tambahan.
Adapun mineral dari batugamping adalah:
Calcite
CaCO3
Material strukturnya sebagian besar dari invertebrata laut dan merupakan komponen utama dari limestone. Mengkristal dalm sistem trigonal.
Aragonite
CaCO3

Material strukturnya dari moluska laut; terkadang terendapkan dalam air dangkal yang hangat. Mengkristal dalam sistem orthorhombic. Dibandingkan dengan kalsit, kestabilannya lebih rendah dan lebih mudah larut; seringkali merngkristal menjadi kalsit.
Dolomite
CaMg(CO3)2

Diketahui sebagai mineral sedimen primer, tetapi lazimnya hasil dari invasi sedimen kalsit oleh air asin yang kaya dengan magnesium yang menyebabkan rekristalisasi dimana dolomite menggantikan kalsit.

Chalchedony

SiO2

Material struktur mengadung silika dari sedikit invertebrata laut, khususnya Radiolaria. Keberadaan di batugamping biasanya sebagai flint dan nodul chert.
Kalsit diendapkan oleh suatu organisme yang secara umum memiliki kadar magnesium yang kecil terbatasi didalam kisi-kisi kristal. Kalsit yang mengandung besi dan mangaan pada umumny adalah berasal dari diagenetik dan much less common.
Biasanya adanya rekahan-rekahan yang terbuka menyebabkan air mudah meresap ke dalam lapisan batugamping, kemudian muncul pada langit-langit, dinding, serta lantai gua membentuk ornamen gua (speleothem) yang paling terkenal adalah stalactite dan stalagmite.
Pelarutan (Dissolution atau solution)
Sesetengah kimia mudah larut dalam air, contohnya halit dan kalsit. Batu kapur dan marmar mengandungi kalsit dan akan larut dalam air berasid. Kita bolehperhatikan batu kapur mengandungi banyak gua-gua (serta topografi karst lain),hasil daripada proses pelarutan.
H2O + CO2 + CaCO3 <=> Ca+2 + 2HCO-3

Kondisi Air Tanah Daerah Karst
a. Bentuk Lahan Daerah Karst
Menurut Jenings (1971), karst ialah suatu kawasan yang mempunyai karakteristik relief dan drainase yang khas, terutama disebabkan oleh keterlarutan batuannya yang tinggi didalam air, Jika dibandingkan dengan daerah lain (Ko, 1984) dalam Suharsono (1988:46). Lingkungan topografi karst terbentuk oleh proses pelarutan, proses pembentukan topografi karst itu sangat lambat (Sutikno, 1996). Bentuk lahan ditopografi karst dibendakan menjadi 2 yaitu:
1) Bentuk lahan negatif
Merupakan bentuk lahan yang berada dibawah permukaan rata-rata daerah setempat sebagai akibat proses pelarutan, runtuhan atau terban. Adapun contoh bentuk lahan negatif yaitu doline, uvala, polye, cockpit, lembah buta (Blindvalley)
2) Bentuk lahan positif
Merupakan bentuk lahan karst yang berda di atas permukaan rata-rata setempat sebagai proses pelarutan. Bentuk lahanya berupa kerucut karts (Kygel karst / butte), menara karst (Turn karst, mogote hill, pepino hill, atau pinnacle karst). Whittow (1984) dalam Suharsono (1988:48-32).
Bentuk lahan karst tersebut mempunyai pengaruh terhadap air dan dipengaruhi air, sehingga kekhasan dari geomorfologi dari suatu lingkungan karst dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan kondisi tata airnya. Sumber air di lingkungan karst perlu diketahui karakteristiknya, agihan jumlahnya, dan kualitas menurut ruang dan waktu.
b. Air Tanah Daerah Karst.
Sistem hidrologi daerah karst secara umum bersifat impermeabel, tetapi karena terdapat celah dan rekahan maka batuan menjadi impermeabel (atau bisa disebut permeabilitas skunder), dengan demikian air hujan dapat masuk ke dalam batuan, membentuk rekahan-rekahan yang melebar, terbentuk gua-gua dan menyatu antara rekahan satu dengan yang lain akhirnya terjadilah sungai bawah tanah.
Proses hidrologi karst dimulai dari pelebaran celah-celah dan rekahan-rekahan oleh proses pelarutan air hujan terhadap batuan kalsium karbonat. Variasi larutan dapat sangat lambat sampai cepat, yang sangat tergantung adanya CO2 dalam tanah. Bentukan awal yang terjadi adalah Sinkhole (Doline = luweng) terutama di persilangan rekahan. Jika doline berdekatan akan membentuk uvala, karena sudah terjadi amblesan batu gamping pada musim hujan doline dan uvala akan terisi air (menjadi telaga) yang merupakan sumber air permukaan daerah karst.
Air tanah karst secara kulitatif tentunya mempunyai kualitas yang umumnya baik. Sebagian besar sumber air tanah karst ini digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum.Umumnya kualitas air tanah karst mempunyai konsentrasi unsur Ca (kalsium), Mg (magnesium), dan kesadahan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan komposisi mineral batuan karbonat yang memang didominasi Ca dan Mg. Oleh karena itu sumber air ini bila digunakan sebagai air minum sebaiknya diendapkan terlebih dahulu agar konsentrasi dua unsur tersebut dapat berkurang. Efek dari penggunaan air yang mengandung Ca dan Mg yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja ginjal. Pencemaran air tanah karst dapat terjadi terutama berasal dari daerah imbuhannya, misalnya dari kotoran kelelawar dalam gua, penebangan tanaman, penambangan batu gamping dan lainnya.
Rekahan-rekahan vertikal yang menyatu secara horisontal, akan membentuk sistem sungai bawah tanah yang terus mengalir secara gravitatif menuju daerah yang lebih rendah (akhirnya ke laut). Pada persilangan rekahan umumnya akan membentuk gua-gua akibat proses pelarutan secara horisontal dan vertikal, gua-gua ini merupakan “klas cope” yang sangat menentukan sisten air bawah tanah. (Anna, 2001:2-3).
c. Jenis Sumber Air Daerah Karst
Adapun jenis sumber air daerah karst berdasarkan keberadaanya dibedakan menjadi 2 macam yaitu:
  1. Sumber air permukaan, merupakan simpanan air yang berada pada permukaan tanah. Sumber air ini umumnya terdapat di Sinhole, doline, dan uvala.
  2. Sumber air bawah tanah, meruakan simpanan air yang terdapat di dalam tanah biasanya di dalam gua-gua atau disebut sungai bawah tanah.
Potensi air permukaan karst dilihat dari segi kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau jumlah airnya kecil, sedangkan pada musim penghujan jumlah airnya besar. Adapun potensi dari segi kualitas, air permukaan ini mudah terkontaminasi oleh kondisi lingkungan dan cara penggunaanya (Anna, 2001:5).
E. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang turun dan mengalir dipermukaan bumi dan berkumpul pada suatu tempat yang relatif rendah, seperti sungai, danau, laut dan sebagainya. Kondisi air permukaan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda. Sebab masing-masing daerah mempunyai kondisi geomorfologis berbeda, sehingga besar kecilnya air permukaan yang ada pada suatu wilayah sangat tergantung pada kondisi geomorfologis wilayah tersebut.
a. Sungai
(1) Stadia Sungai
Air hujan yang jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian lagi mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian menalir ke laut.
Gambar 2. 10 Sungai dengan Kondisi Air Keruh
LITIFIKASI
Proses litifikasi adalah perubahan dari sedimen yang lentur menjadi batuan, pada kasus ini adalah batugamping yang normalnya dari kalsium karbonat terendapkan dalam ruang pori. Dan terbawa ke tempat terjadinya sementasi oleh pelarutan baik oleh air connate, yaitu air laut yang terjebak di sedimen awal, dan air tanah yang ada diwaktu belakangan.
Sementasi kalsium karbonat dapat diendapkan oleh salah satu dari tiga bentuk ini: coarsely crystalline spar, elongate fibres, atau sebagai micrite yang terbutirkan yang baik.

DIAGENESIS
Diagenesis memiliki arti yang lebih luas daripada litifikasi, juga termasuk perubahannya yang mengambil tempat dalam batuan yang menerima perpindahan magnesium dan silika, dll.

POROSITAS DAN PERMEABILITAS
Porositas didefinisikan sebagai total volume dari ruang udara antar partikel dalam massa; biasanya dinyatakan dalam prosen. Permeabilitas adalah kemampuan batuan untuk meluluskan air melalui batuan tersebut, biasanya dinyatakan dalam darcy (1 darcy adalah 1 cc cairan dengan kecepatan 1 centipoise melalui 1 cm2 luas bidang, sejauh 1 cm dalam 1 detik dengan perbedaan tekanan 1 atm antar unjungnya).
Permeabilitas primer adalah melalui pori dai batuan,sedangkan permeabilitas sekunder melalui kekar, sesar, atai gua hasil pelarutan (solution cavity). Porositas dan permeabilitas di daerah batugamping sangat besar pengaruhnya terhadap pada proses bentukan gua. Untuk itu perlu sekali dipahami.
LAPISAN (BED) DAN BIDANG LAPISAN (BEDDING PLANE)
Bentuk dan keteabalan bed adalah faktor-faktor dalam speleogenesis.
Lapisan tipis dengan ketebalan tidak lebih dari 25-50 cm, mengadakan banyak bidang perlapisan, sedikit konsentrasi aliran, sehingga pengembangan gua menjadi terhalangi.
Lapisan yang tebal memiliki bidang lapisan lebih sedikit sehingga jumlah alirannya terbatas, dan bisa menyebabkan perkembangan gua dengan ukuran lebih panjang.

STYLOLITE
Banyak bedding plane pada batugamping yang menampakkan ciri-ciri pelarutan tekanan yang dikenal sebagai stylolite. Jika sebuah material yang tidak dapat terlarutkan tersebar sepanjang bedding plane, pengaruh dari berat lapisan yang lebih muda adalah menekan lapisan bersama-sama. Dibawah tekanan yang demikian itu kalsium karbonat yang kontak dengan butiran kwarsa dapat terlarutkan, dan pelarutan yang semacam itu secara istimewa diatas puncak butiran dan dibawah satu sama lain. Hasil jaringan adalah sebuah serupa dengan bentuk tiga dimensional zig-zag. Dilihat dalam se uah muka joint , terlihat seperti jejak dari pen recorder, sehingga disebut stylolite.
Ukuran stylolite bermacam, sepanjang permukaan bed.
Lapisan dibawah lapis stylolite, ketika terkupas, terkadang disebut "pot-holed surface".

STRUKTUR
Saat terlitifikasi, massa batugamping mengalami tekanan dan regangan dari apa yang disebut gaya tektonik, didalam Bumi. Tekanan dapat menyebabkan mengalami kemiringan atau lipatan, sehingga menyebabkan llapisan batugamping terinklinasi dan bagian lemah dari perlekatan terinklinasi kearah yang sama. Tekanan juga menyebabkan terjadinya retakan pada batugamping, menyebabkan terjadinya kekar dan sesar.
Di banyak kejadian, seharusnya surveyor gua dapat mem-plot disposisi dari kekar, sesar, dan dip dari kemiringan lapisan sesuai dengan kemajuan survey. Hal ini akan sangat membantu interpretasi dari asal muasal gua di kemudian hari dan dapat menghilangkan beberapa rangkaian survai geologi yang diperlukan bahaya kesalahan lokasi.
KEKAR (JOINT)
Kekar dan sesar, keduanya adalah fracture (retakan), namun kekar tidak ada displacement, sedangkan sesar, definisinya adalah bidang displacement. Keduanya dihasilkan oleh kompresi, tensi, dan torsi, dengan berbagai kemungkinan arah.
Ada beberapa jenis kekar (joint):
  • conjugate joint, adalah joint yang hanya melalui satu bed saja, atau paling banyak hanya dua atau tiga lapisan.
  • master joint, adalah joint yang melalui bed yang lebih tebal daripada joint yang lain.
  • oblique joint
Conjugate joint yang melalui beberapa bed sehingga menjadi tempat yang cocok untuk awal dari tapak jejak speleogenetik yang mengatur arah vertikal, dan berkembang menjadi "pot" atau "pitch". Perkembangan sepanjang joint tunggal biasanya disebut "rift". Joint ini memungkin adanya perkembangan gua.

Batu gamping yang terlipat memiliki normal joint yang kemudian menjadi bedding yang mana berkembang basik saat bed dalam posisi horisontal, sehingga sampai dirotasikan dengan lapisan tertutup, atau mungkin memiliki oblique joint yang ter impose oleh tegangan berikutnya ke lipatan.
LIPATAN
Lipatan di batugamping, dan lapisan yang berdekatan, dapat menghasilkan sebuah struktur yang sangat beragam; lipatan dapat berupa arch yang mulus atau sebuha pembalikan lapisan yang sempit, dapat simetris maupun asimetris; dapat isoclinal, dengan dua cabang yang memiliki dip sama; atau tergulingkan, dengan satu cabang memiliki lapisan yang merupakan kebalikannya. Ukurannya dapat beberapa feet dan dapat pla luasnya berkilometer dan ribuan meter. Inklinasi dari lapisan batugaping dapat memberikan sumbangan distribusi beberapa joint dan sesar serta berbagai bentuk zona lemah batuan lainnya.
SESAR
Sesar ada tiga jenis; normal, wrench atau tear, dan reverse atau thrust.
Sesar adalah fracture yang mengalami dislokasi. Hal ini juga memungkinkan awal terjadinya spelegenesis sepanjang sesar. Salah satu pengaruh utama dari sesar adalah displacement lapisan yang memiliki karakter speleogenesis, berjauhan satu sama lain. Selain itu sesar dapat menghasilkan bed yang berbeda, bersamaan dengan karakter speleogenetik yang sama, posisi yang berlawanan; gua hasilnya dapat ditandai dengan perubahan ukuran detail potongan dan ciri-cirinya ditempat lintasan sesar.
Pergerakan sesar seringkali berkesudahan dalam sebuah fragmen batuan yang ter-crush atau ter-grind membentuk sebuah zona atau sebuah pita breksi daripada sebuah bidang sesar clean-cut. Breksi semacam itu biasanya merupakan sementasi dari kalsit, tetapi cukup permeable sehingga menjadi faktor yang cukup penting dalam perkembangan gua.
Berbagai macam hipotesis tentang asal muasal gua telah dibuat yang mana titik awalnya adalah sebuah masa homogen batugamping yang kemudian terangkat dari muka air laut. Dengan asumsi bahwa batugamping adalah homogen, maka variabel sedimen gamping dan tekstur diagenesis menjadi diabaikan. Padahal tringkah laku dari; ukuran butir dan pori, permeabilitas yang berbeda; sifat dasar bedding plane, stylolite, kekar, sesar, lapisan mineral, karst yang terkubur, semuanya memiliki arti yang sangat penting dalam mengontrol tempat, waktu, dan tingkatan speleogenesis. Tidak ada sistem gua yang dapat dipahami secara penuh jika faktor-faktor tersebut tidak dianalisa.
Pada teori awal, mulanya semua pathway dari speleogenetik adalah dalam zona phreatic. Faktor geologi yang kemudian mengontrol pathway berkembang menjadi gua. Studi yang mutakhir menunjukkan, bahwa pathway dapat berkembang menjadi gua sistem vadose, dan juga, gua ada juga yang berkembang langsung ketika pada zona vadose.

Sebuah pitch (sumuran) di dalam gua yang terbentuk akibat pelebaran kekar.
Perhatikan bidang perlapisan horisontal, dan perhatikan struktur yang menyamping melewati beberapa bidang perlapisan (di foto melintasi tiga buah).
(Foto: Bagus Yulianto)
Batuan sedimen batugamping disusun dari sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang menghasilkan kalsium karbonat sebagai bagian dari metabolismenya membentuk bagian utama dari batugamping. Komponen lainnya adalah dari pengendapan secara kimiawi atau oleh proses biokimia. Secara bersama-sama tersedimentasi pada dasar laut; dan hal ini tidak memilki karakter yang seragam diseluruh bagiannya, jadi batugamping bukan merupakan komposisi yang seragam.
Hal ini melibatkan perubahan kimia yang komplek seperti halnya adalah sementasi dan rekristalisasi, silikafikasi dan dolomitasi: secara bersama-sama biasa disebut dengan istilah diagenesis. Gua-gua hanya dapat dibentuk dari batuan yang ter-litifikasi, dan jelas bahwa karakter sedimen semula dan sejarah diagenetik adalah faktor-faktor yang mengontrol lokasi sebuah gua. Proses kelahiran sebuah gua biasa disebut dengan speleogenesis, dan fitur dari geologi sangat besar pengaruhnya.
Pembentukan gua berlangsung dalam waktu yang sangat panjang, mencapai ribuan hingga jutaan tahun. Seperti bentukan-bentukan kawasan karst yang lain, lorong gua dengan keragaman bentuknya merupakan hasil dari proses pelarutan. Aliran air yang melarutkan batuan tersebut, pada umumnya mengalir mengikuti lorong-lorong yang telah dibentuknya. Aliran seperti itu dikenal sebagai sungai bawah tanah. Keberadaan sungai bawah tanah dapat menjadi ciri bahwa proses pembentukan gua masih terus berlangsung. Gua yang memiliki sungai bawah tanah disebut gua aktif. Sementara itu, gua yang sudah tidak memiliki aliran bawah tanah dinamakan gua fosil. Artinya, proses pembentukan gua tidak berlangsung lagi.
Menurut dr. R.K.T. Ko, ahli karstospeleologi, bentuk fisik gua dipengaruhi secara terus-menerus oleh tiga faktor. Pertama, pengikisan (erosi) kimiawi-mekanis yang berlangsung secara terpisah atau kombinasi. Kedua, pengendapan, baik berupa sedimen di lantai gua, maupun dalam bentuk berbagai macam dekorasi gua (speleothem, cave deposite, cave decorations). Ketiga, proses peruntuhan, baik dalam bentuk bongkahan (block breakdown), lempengan tebal (slab breakdown), lempengan tipis (plate breakdown), maupun butiran kecil (chip breakdown).
Stalaktif & stalagmit
Setelah lorong gua terbentuk, proses selanjutnya adalah pembentukan ornamen-ornamen (dekorasi gua). Prosesnya pun berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Dekorasi gua sangatlah beragam jenisnya. Satu dengan yang lain memiliki keunikan dan daya tarik sendiri-sendiri. Bentukan yang paling dikenal adalah stalaktit dan stalagmit
Stalaktit merupakan bentukan yang berada di atap gua, arahnya meruncing, menghadap ke dasar gua. Bentukan ini dihasilkan oleh akumulasi mineral-mineral (umumnya mineral kalsit) yang menetas melalui atap gua. Ketika air menggantung dan hendak jatuh, sebagian mineralnya menempel pada atap gua. Dalam waktu yang lama, akumulasi mineral-mineral tersebut akan menciptakan bentuk-bentuk tertentu. Sementara itu, air yang jatuh ke dasar gua pun masih mengandung mineral-mineral yang kemudian terakumulasi dan membentuk suatu bentukan yang arahnya berlawanan dengan stalaktit. Inilah yang dinamakan stalagmit.
Ukuran stalaktit berbeda-beda tergantung umur pembentukannya, ada yang sebesar sedotan, sebesar tangan manusia atau bahkan seukuran pohon kelapa. Ada yang berwarna kusam ataupun bening mengkristal. Stalagmit yang baru tumbuh bentuknya banyak yang menyerupai kuncup-kuncup jamur, semakin lama semakin besar dan tinggi. Jika proses yang terjadi dalam sebuah gua tetap berlangsung, stalaktit dan stalagmit dapat bersatu, membentuk pilar/tiangan. Tiangan dapat berfungsi sebagai penopang yang menguatkan sebuah gua. Selain bentukan-bentukan tadi, terdapat juga heliktit, gourdam, flowstone, canopy, dan lain-lain. 
Gua merupakan salah satu wisata petualangan yang menghadirkan keindahan dunia bawah tanah yang tidak akan pernah anda temui di permukaan. Ornamen-ornamen gua seperti yang terbentuk oleh proses tetesan air selama ratusan bahkan ribuan tahun dan telah mengalami proses kristalisasi menampilkan sebuah panorama eksotis dan mempesona yang tidak akan pernah terlupakan.
Ornamen
Speleothems adalah ornamen bentukan gua seperti :
1.      Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2.      Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding orong gua.
3.      Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4.      Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5.      Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6.      Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7.      Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8.      Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9.      Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10.  Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11.  Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
12.  Column
13.  Couli Flower
14.  Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
Proses pembentukan gua membutuhkan waktu ratusan sampai ribuan tahun untuk mencapai kondisi seperti sekarang. Pola ini berakhir pada bentukan sungai ataupun danau bawah tanah. Pada sungai gua bawah tanah terdapat ornamen-ornamen gua yang sangat menarik. Kondisi ini menjadikan lingkungan gua sangat unik dan ekstrim. Terutama pada kondisi suhu dan kelembaban yang relatif tetap sepanjang waktu. Perjalanan air saat melewati celah dan lapisan batugamping, sambil melarutkan batu gamping yang terdiri dari senyawa penyusun utama kalsium karbonat (CaCO3), sehingga air menjadi mengandung kalsium karbonat. Air celah ini yang kemudian muncul menetes dari atap-atap gua, dan meninggalkan partikel kalsium karbonat tersebut di atap, dan proses ini berlangsung terus menerus dan tumbuh menjadi stalaktit (stalactite). Karena perbedaan kadar kalsium karbonat dan bentuk rekahan, antara satu tempat dengan tempat lain menyebabkan stalaktit berbeda-beda bentuk. Sebagian tetesan air tersebut menetes sampai ke lantai, meninggalkan senyawa kalsium karbonat tadi dlam bentuk stalahmit (stalagmite). Jika suatu saat, stalagtit dan stalagmit bertemu, maka terbentuk tiang dari lantai sampai atap yang  disebut pilar atau column. Ornamen-ornamen akibat tetesan air ini disebut batu tetes atau drip stone.
Jika air celah dan air perlapisan tersebut muncul dan mengalir di dinding-dinding gua maka disebut flow stone. Bentukan ini merupakan ornamen gua yang indah, menyerupai payung (canopy) atau tirai (gordyn). Di beberapa gua itu dijumpai akumulasi air yang melimpah. Karena batugamping mudah larut air di akifer kars mempunyai angka kesadahan sangat tinggi. Pergerakan air tanah kars dimulai dari masukn-ya air hujan menuju saluran pelarutan di bawah permukaan melalui porosias primer dan sekunder. Pada batugamping terumbu airtanah bergerak melalui rongga-rongga saluran pelarutan. Pergerakan air tanah membentuk arus sederhana dan menunjukkan rongga-rongga saluran pelarutan yang dilewati air tanah. Pada batugamping berlapis, pergerakan air tanah menjadi lebih kompleks. Air tanah bergerak melalui saluran pelarutan dan celah antar bidang perlapisan serta melalui ruang antar butir. Pada akhirnya airtanah tersebut muncul pada tepi kars melalui celah antar bidang perlapisan dan juga pada batas kontak dengan batulempung kedap air. Dan air itu kita manfaatkan setiap dari. Potensi air kawasan kars, bisa kita lihat  dari contoh air tanah yang ada di sistem Gua Bribin-Baron. Sistem air tanah tersebut mempunyai debit 5.684 liter per detik. Jika kebutuhan air maksimum di pedesaan sekitar 100 liter per hari, maka sistem gua tersebut bisa mencukupi 4,9 juta jiwa. Sungai bawah tanah bukan saja memenuhi kebutuhan air kita. Sungai itu juga bank plasma nutfah atas jenis-jenis ikan air tawar di pulau Jawa.
Bentang alam kawasan KarstGunung Sewu (Foto. CR)
Bentuk fenomena karst yang nampak di permukaan bumi :
1.        Tanah regolith Merupakan residu pelarutan yang mengandung FeO2 pada lantai gua ataupun dasar doline.
2.        Lapies Menampakkan batuan kapur dalam bermacam relief kasar dengan selingan kesan bekas terjadinya pelarutan
3.        Alur air permukaan (surface drainage)
4.        Ponor Tempat berakhirnya alir air pada alur permukaan.
5.        Sinkhole Bentuk cekungan yang terjadi oleh proses pelarutan batu kapur atau sejenisnya yang terletak di bawah permukaan
6.        Doline Depresi yang terjadi oleh proses larutan dan runtuhan sinkhole, berbentuk bulat oval. Kedalamannya 2 m sampai 100 m. Diameternya 10 sampai 1000 m.
7.        Uvala Merupakan lahan cekungan memanjang berbentuk oval akibat proses berkembangnya bentuk dan ukuran doline. Baik proses pelarutan maupun runtuhnya dinding doline. Kedalamannya 100 sampai dengan 200 m.
8.        Polje Cekungan di daerah kapur yang mempunyai drainage di bawah permukaan. Terjadi dari perluasan uvala karena proses solusi dan collapse
9.        Hum Penampakan residual dari uvala yang meluas akibat proses collapse dinding akibat korosi, pelapukan, dan beban air hujan.
10.    Vaucluse Gejala karst yang berbentuk lubang tempat keluarnya aliran air tanah.
11.    Karst window, natural bridge Hasil pelarutan dan erosi batuan oleh air yang mengalir.
12.    Gapura/ pintu gua Terjadi dari tingkat kemajuan peristiwa fisis (erosi dan collapse)
Identifikasi pencirian adanya mulut gua dari interpretasi peta topografi, foto udara:
* pola aliran yang terputus, baik aliran periodik maupun aliran semua musim. Bentuk : Swallow hole (hilangnya aliran sungai / air), resurgence (tempat munculnya kembali aliran air ke permukaan, bisa sungai, bisa spring (sumber air /mataair). Ciri morfologi permukaan: dari peta topografi atau foto udara terlihat aliran sungai yang terputus. Untuk swallow hole, aliran air masuk menghilang kebawah permukaan tanah melewati mulut gua. Untuk resurgence dan spring, aliran air muncul dari bawah tanah melewati mulut gua.
* scarp, escarpment. Bentuk : resurgence, spring, fosile, Ciri morfologi permukaan : adanya tebing akibat sesar.
* pothole, shaft, dome pit. Dapat diidentifikasi di lapangan dan foto udara. Bentuk : lobang sumuran, celah vertikal. Ciri morfologi permukaan : tidak tentu.
image

Hidrologi Akifer Karbonat

Klasifikasi dari Akifer Karbonat
White (1969, 1977) telah mengelompokkan akifer karbonat berdasarkan sistem air tanah dan setting hidrologi. Air tanah bergerak dalam akifer karbonat dengan aliran difusi, aliran yang lambat atau aliran bebas. Aliran difusi terjadi dalam batuan yang tingkat kelarutannya rendah seperti batu gamping menyerpih atau dolomit kristalin.
Pada aliran difusi akifer karbonat, jarang ada saluran yang terintegrasi, guanya kecil tidak beraturan yang mana sering kali hanya modifikasi kekar secara pelarutan. (White, 1969) (Gambar 3)
image
Akifer aliran lambat dicirikan dengan aliran lambat oleh lingkungan artesis atau dalam lapisan yang tipis diantara batuan yang kedap (Gunn, 1985). Aliran lambat akifer karbonat memiliki jaringan pola gua karena rendahnya pengisian yang terpusat, yang mana dihalangi oleh lembaran batuan dasar yang permeabilitasnya rendah. Oleh karena itu, pelarutan berada sepanjang kekar yang ada dan membangkitkan sebuah jaring perguaan yang padat (White, 1969) (Figure 4).





image
Akifer karbonat yang mengalir lambat memiliki perkembangan sistem drainase bawah permukaan yang baik serupa polanya dengan sistem drainase permukaan. Input ke bawah permukaan dapat dari menghilangnya air permukaan, seperti aliran dari sinkhole dan infiltrasi pada umunya. Dalam tipe akifer ini, tapak aliran air tanah diperlebar oleh pelarutan menjadi sebuah sistem saluran yang terintegrasi dengan baik. (Gambar 5)
image
Kecepatan aliran dalam akifer karbonat aliran bebas dapat mencapai puluhan feet/detik dan seringkali dalam bentuk turbulen (White, 1969). Aliran turbulen terjadi melalui suatu ruangan kosong yang ukurannya berkisar dari 0.01 inchi karena pelebaran rekahan dan bidang perlapisan secara pelarutan, menjadi saluran phreatik besar dengan ukuran lebih dari 30 feet. Ruang ini berada dalam massa batugamping yang mana memiliki premeabilitas primer sangat rendah (Gunn, 1985). Permeabilitas sekunder berkembang dengan baik dalam aliran bebas akifer karbonat menjadi proses pelarutan yang membentuk ruang hampa ini.

Teori Terbaru Mengenai Perkembangan Perguaan

Di tahun-tahun terakhir ada sebuah peralihan yang penting, dari penggunaan teori fisiografi dan pertimbangan kualitatip teori "klasik" menuju ke pendekatan proses yang lebih kuantitatip. Berbagai studi terakhir telah meneliti keadaan geologi, hidrologi, serta pelapukan kimiawi dan mekanis oleh pelapukan oleh iklim dan proses erosi yang berhubungan terhadap perguaan dan perkembangan karst. Bacaan yang merujuk ke hal-hal yang komprehensif misalnya yang dilakukan oleh Jennings (1985), Sweeting (1973), Ford dan Cullingford (1976), White (1988), Ford dan William (1989).
Menurut Ford (1981), sekarang dikenal bahwa tidak ada satupun kasus umum dari perkembangan gua batu gamping yang secara tepat dapat ditetapkan seperti teori lama. Lebih dari itu, ada tiga kasus yang umum, gua vadose predominan, gua deep phreatic dan gua water table (Gambar 1).

image
Satu atau beberapa tipe perkembangan gua yang umum bahwa terjadi dipengaruhi oleh frekuensi penetrasi air tanah di rekahan yang signifikan, dan oleh perbandingan kekar ke bidang perlapisan. Secara bersama-sama, karakteristik ini berkombinasi membentuk konsep konduktifitas hidrolik. Konduktifitas hidrolik adalah sebuah koefisien perbandingan yang menjelaskan tingkatan dimana air dapat bergerak melalui media permiabel (Fetter, 1980). Mekin tinggi konduktifitas hidrolik, makin besar kemungkinan sebuah gua water table akan berkembang. Gua water table sangat lazim adalah pada lapisan batuan yang datar, dimana penempatan air tanah terjadi karena adanya layer batu yang lebih resist. Penetrasi dalam dari air terhalang oleh adanya pembukaan dangkal bidang perlapisan yang mana terus menerus menjadi menjadi mata air. Gua tipe vadose berkembang pada aliran air yang cukup terkumpul diatas titik sink dan mengangkut air menuju water table atau mata air. Gua deep phreatic mencapai perkembangan optimal pada batuan dengan kemiringan yang tajam karena terus menerus mengikuti bidang perlapisan ke tempat yang lebih dalam.
Palmer (1984) mencatat bahwa lorong yang lebih besar dari banyak gua memperlihatkan sebuah urutan level dari yang termuda, bagian yang masih aktif, berada di elevasi terbawah. Pada level yang mana terjadi pelebaran terkonsentrasi pada atau didekat bagian yang sejaman dengan level sungai. Penelitian di Kentucky oleh Miotke dan Palmer (1972), menunjukkan bahwa pola perguaan merupakan refleksi dari sejumlah perubahan pada base level dan iklim sejak Periode Tersier Akhir (Gambar 2).

mammot cave
Palmer (1984) juga mencatat bahwa perkembangan gua mungkin diatas atau dibawah water table. Dimana gua-gua terbentuk tergantung pada geologi setempat, dan hidrologi, dan mungkin untuk satu gua memiliki lorong terbentuk diatas atau dibawah water table. Dia lebih lanjut menekankan bahwa hubungan yang lebih jelas dalam beberapa area antar level gua dan sejarah fluvial, menampilkan kecenderungan pelarutan untuk sampai ke water table.
Fakta-fakta lokasi yang tersebut disini berasal dari berbagai peneliti karst sehingga makin menjelaskan evolusi gagasan mengenai speleogenesis gua. Debat diantara peneliti terdahulu, apakah gua bermula di bawah atau di atas water table telah secara mendasar dapat diselesaikan. Sekarang dapat diterima bahwa tiga asal muasal tersebut dapat terjadi mungkin tergantung kepada kondisi hidrologi dan geologi setempat.


BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan.
            Adapun kesimpulan yang bisaa diberikan, antara lain :
W      Pelarutan (Dissolution atau solution) merupakan factor terpem\nting dalam pembentukan bentanglam karst.
W      Kars diartikan sebagai bentuk bentangalam khas yang berkembang di suatu kawasan batuan karbonat atau batuan lain yang mudah larut, dan telah mengalami proses kartifikasi sampai pada kondisi tertentu. Kekhasan ini antara lain dapat dilihat dari  fenomena yang ada di permukaan (exokarst) dan di bawah permukaan (indokarst). 
W      Proses pelarutan yang membentuk bentang alam karst dinamakan proses karstifikasi.
W      Daerah karst umumnya dicirikan dengan adanya closed depression, drainase permukaan dan gua. Daerah ini dibentuk terutama oleh pelarutan batuan, kebanyakan batugamping yang lazim dan relatip mendekati. Tetapi pelarutan batuan terjadi di litologi lain, terutama batuan karbonat lain misalnya dolomit, dalam evaporit seperti halnya gips dan halite, dalam silika seperti halnya batupasir dan kwarsa, dan di basalt dan granit dimana ada bagian yang kondisinya cenderung terbentuk gua (favourable).
W      Karst memiliki sumber daya yang berlimpah yang tentunya sanagt mendatangkan keuntungan.
III.2. Saran
Adapun saran-saran yang bisa diberikan, anatar lain :
  • Mari bersama-sama memelihara Karst (gua) Karena disana banyak habitat organism yang unik.
  • Sebaiknya dalam pengekplorasian dan pengeksplotasiaan bentangalam kasrt melihat UUD dari pemerintah dikarenakan karst (gua) ini juga memegang peranan penting dalam kesiimbangan alam.



















DAFTAR PUSTAKA
Living on Karst : A Reference Guide for Landowners in Limestone Regions, Virginia : USA Jennings, Cave and Karst Terminology, Virginia : USA
Semoga kita bisa lebih berarti untuk dunia yang lebih baik.  Wedomartani
14/04/02   Bahan diskusi di “Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Kars & Pesisir” Pusat Studi Lingkungan –    Lembaga  Penelitian UPN Veteran Yogyakarta

Roeslan, Mohammed. 2003, Kitaran sedimen & luluhaw, Geologi UKM : Malaysia.